Melawan Arus.
Chapter II : Indonesiaku


Sedulur, memaknai kemerdekaan Republik Indonesia yang juga mengisinya dengan kerja-kerja kemaslahatan bagi rakyat Indonesia, sedikit banyak mengalami pasang surut pada prosesnya. Beberapa waktu belakangan ini kita dihadapkan kepada realita politik Indonesia dimana mekanisme penyelenggaraan konstitusi mengalami kemunduran. Pada prosesnya memang sedikit banyak cukup mengagetkan dan sungguh peristiwa kemunduran penyelenggaraan konstitusi mencoreng tatanan kebangsaan Republik Indonesia yang bersama kita cintai ini. Pemilu 2024, menjadi peristiwa yang cukup menyita perhatian masyarakat, beragam kalangan baik akademis maupun profesional dan juga politisi bereaksi atas keprihatinan penyelenggaraan Pemilu 2024 yang melanggar etika dalam pelaksanaan konstitusi.


Memang apabila diperhatikan secara satu per satu sepertinya beragam peristiwa nir etika ini tak berhubungan, namun ketika dianalisa secara menyeluruh dan komprehensif tampak sekali bahwa ada unsur pemaksaan kekuasaan untuk melanggengkan kuasanya. Dimana pada proses penentuan Calon Wakil Presiden telah menampakkan pemaksaan kekuasaan tersebut meskipun dapat dilihat samar dan sumir pada proses pengajuannya. Dibuat tampak tak berhubungan namun kalau dilihat secara gambar besar ternyata saling terkoneksi satu sama lainnya. Institusi kenegaraan seperti TNI dan Polri ditengarai juga terlibat dalam proses kongkalikong kekuasaan ini, yang berujung pada kemenangan salah satu kelompok kekuasaan yang menjadi peserta Pilpres 2024. Belum lagi proses pemilihan Calon Legislatif yang nantinya lebih banyak menghadirkan polemik konstitusi tentunya akan menarik perhatian masyarakat untuk lebih peka dengan situasi dan keadaan kebangsaan Indonesia.


Apabila ingin dikatakan dalam sebuah prinsip kepantasan, tentunya banyak sekali yang sudah tak pantas untuk dilakoni oleh para elit politik Indonesia. Belum lagi para intelektual dan akademisi saling berhadapan membela golongannya masing-masing untuk memenangkan calonnya. Tentunya peristiwa ini sangat memprihatinkan dikalangan Masyarakat dimana seharusnya para intelektual dan akademisi memberikan pencerahan politik kepada masyarakat, namun justru semakin memperkeruh keadaan dengan melakukan pembenaran dan justifikasi untuk membenarkan golongannya. Fenomena ini memang tak sepenuhnya patut untuk dipersalahkan dan memang negeri kita sedang memasuki fase dimana memang episode nir etika ini perlu untuk kita hadapi Bersama. Namun Solusi atau jalan keluar dari sengkarut carut marut problematika konstitusi ini sangat rumit untuk ditemukan. Karena masing-masing pihak merasa benar dan yang dipersalahkan dianggap butuh mendapatkan sanksi atau ganjaran yang maksimal. Dilema kebangsaan ini tentunya tak perlu ada keraguan, karena tentunya yang benar memang harus dimenangkan dan yang bersalah memang harus dikalahkan serta diberikan sanksi atau ganjaran.


Sementara itu, fakta situasi nasional masih diwarnai oleh kasus-kasus korupsi yang menyeruak diangkasa Indonesia. Fakta sosial korupsi mewabah dimana-mana, baik ditingkat lokal daerah maupun ditingkat pusat nasional. Beragam peristiwa korupsi ini tentunya sangat memperkeruh keadaan yang sudah kadung terjadi dan berkelindan dengan peristiwa nir etika konstitusi yang dialami bangsa Indonesia. Sebuah kasus korupsi senilai 271 Triliun Rupiah yang diakibatkan oleh Penambangan Timah Illegal tentunya menyakiti perasaan dan kesadaran rakyat Indonesia yang masih jauh dari standar kesejahteraan dan kemakmuran. Fakta sifat keserakahan yang tanpa malu-malu dilakukan oleh oknum-oknum pelaku korupsi yang bekerja sama dengan instansi kenegaraan. Peristiwa korupsi yang dilakukan beramai-ramai antara instansi kenegaraan dan instansi swasta tentunya sangat merugikan masa depan bangsa dan negara Indonesia.


Sampai sejauh ini tampak sekali negara masih saja mencoba untuk memainkan bandul keseimbangan untuk menghadirkan win win solution, namun sepertinya saat ini negara sebagai institusi yang menaungi bangsa Indonesia harus berpihak kepada kemenangan konstitusi dan mengalahkan pihak-pihak yang mempermainkan konstitusi. Dan tentunya Mahkamah Konstitusi (MK) berperan penting untuk memastikan bahwa konstitusi Indonesia tetap berjalan pada relnya yang benar. MK harus bisa memastikan bahwa peristiwa nir etika ini mendapatkan sanksi dan ganjaran yang setimpal dengan perbuatannya. Sehingga ada efek jera bagi para pelakunya dan ada efek jurisprudensialnya bagi masa depan bangsa Indonesia, agar tak terjadi lagi peristiwa yang sama di masa yang akan datang. Tentunya sebagai lembaga tertinggi yang menaungi konstitusi Indonesia, MK memiliki kewenangan untuk memastikan bahwa peristiwa nir etika ini hanya terjadi sekali ini saja untuk selamanya.


Bagi bangsa Indonesia tiada yang lebih penting dari terselenggaranya tatanan kenegaraan yang menjamin kesejahteraan dan kemakmuran bersama dan tentunya seperti yang sudah termaktub didalam UUD 1945 memang arah bangsa Indonesia adalah untuk kemakmuran bersama. Dan dimulai dari proses penyelenggaraan konstitusi yang taat akan etika dan adab inilah proses seluruh kerja-kerja kemaslahatan bagi bangsa Indonesia dimulai. Tentunya apabila negara terselenggara dengan baik dan benar, beragam problematika kehidupan berbangsa akan dengan mudah dilaksanakan karena semua unsur dan golongan yang terlibat didalamnya taat dengan aturan dan konstitusi di negeri Indonesia. Bangsa Indonesia memang sedang mengalami proses menanjak dari keterpurukan yang cukup lama pasca reformasi dan jalan terjal serta mendaki ini menjadi jalan perjuangan bersama yang sangat perlu untuk kita geluti bersama. Ditujukan bagi kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia, semoga jalan terjal dan mendaki ini dapat kita lampaui bersama dan menjadi teladan bagi semua kalangan serta golongan. Merdeka!!! LIN

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.